Buku Sebagai Sahabat
Mbak Heni bercerita bahwa dirinya barusan berkunjung ke toko buku dan melihat buku berjudul Kekuatan Pena. Ia lantas melihat nama pengarangnya. Karena penasaran, ia mengirimkan SMS dan bertanya nama penulis itu saya atau bukan.
Saya jawab iya. Dia membalas lagi dan bilang keren. ”Inspiratif banget, Pak,” tulisnya. Saya mengucapkan terima kasih atas apreasiasinya.
Terus terang, sudah lama saya mengenal
ibu guru yang aktif menulis ini. Kali pertama tulisannya lolos seleksi
dalam lomba artikel guru yang diadakan Jawa Pos pada 2009. Mbak
Heni juga membantu kehumasan di Yayasan Nurul Fikri yang membawahkan
TKIT Nurul Fikri dan SDIT Nurul Fikri yang berlokasi di Kecamatan
Sukodono, Sidoarjo.
Dia mengaku belum sempat menuntaskan membaca Kekuatan Pena. ”Karena harus rebutan sama anak-anak,” ucapnya.
Saya sangat menaruh respek kepada
beliau. Sebab, Mbak Heni termasuk aktif mendidik anak-anaknya untuk
gemar membaca dan menulis. Tak heran jika dua anaknya menjadi penulis
cilik. Anak sulungnya bahkan sudah berkibar di jagat kepenulisan.
Amatullah Nuha Salsabila atau akrab disapa Nuha tahun ini lulus dari
SDIT Nurul Fikri Sidoarjo. Kebetulan ia murid istri saya karena istri
saya juga menjadi pengajar ekstrakurikuler jurnalistik di sana.
Istri saya pula yang memberikan
informasi bahwa Nuha adalah penulis cilik potensial. Bahkan, bukunya
sudah diterbitkan oleh penerbit Dar! Mizan (Grup Mizan) dalam jilid
Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK). Judulnya The Rainbow School.
Saya sudah baca buku itu yang dipinjam
dari perpustakaaan SDIT Nurul Fikri. Bagus! Gaya bahasa khas anak-anak
yang ditulis Nuha betul-betul kreatif. Ia pintar memilih diksi-diksi
yang menarik dalam bukunya tersebut.
Selain menulis buku, Nuha gemar mengarang puisi. Beberapa karyanya pernah dimuat di harian Republika dan Kompas. Suatu pencapaian yang luar biasa bagi pelajar SD seusianya.
Makanya, saya senang sekali mendengar
bahwa Mbak Heni berebut membaca buku saya dengan Nuha. Saya bersyukur
bisa menginspirasi Nuha. Apalagi, Nuha tergolong punya jam terbang
tinggi sebagai motivator cilik. Ya, dia sering diundang ke berbagai
institusi pendidikan dan lembaga SD untuk memberikan tip menulis bagi
murid-murid SD. Di Surabaya dan sekitarnya, termasuk Sidoarjo, nama Nuha
memang populer sebagai penulis cilik.
Dalam suatu pelatihan menulis di SDN
Sidokare 2, Sidoarjo, Nuha yang menjadi narasumber saat itu memberikan
penjelasan tentang langkah dan kiat menulis. Dia menegaskan bahwa
langkah paling penting untuk menulis dan menerbitkan buku adalah melahap
banyak buku alias gemar membaca. ”Dengan banyak membaca, kita akan
tahu dan bisa memunculkan gagasan,” tegasnya seperti dikutip dari Liputan6.com.
Sepengetahuan saya, Nuha ini adalah
penggemar buku-buku karya J.K. Rowling dan Jostein Gaarder. Novelnya
memang tidak terlalu berat untuk dicerna, bahkan oleh anak-anak
sekalipun. Namun, tebalnya itu kadang bisa bikin minder untuk
membacanya. Tetapi tidak demikian bagi Nuha.
Saya angkat topi untuk Mbak Heni yang
mampu menanamkan aktivitas cinta membaca bagi anak-anaknya. Nuha menjadi
potret kesuksesan Mbak Heni.
Karena itu, saya mendukung kampanye
ajakan membaca dan menulis yang dilakukan Nuha di kalangan anak-anak
sebayanya. Membaca memang harus ditanamkan sejak dini. Jika sejak kecil
sudah mencintai kegiatan ini, mereka tidak akan alergi terhadap buku
kelak saat dewasa. Dan itu tentu saja sangat bermanfaat bagi generasi
penerus bangsa tersebut.
Bangsa ini masih jauh tertinggal dalam
hal membaca dan menulis, bahkan oleh negeri tetangga seperti Malaysia,
Singapura, dan Vietnam sekalipun. Kita tidak bisa mencanangkan target
secara instan bahwa generasi muda kita harus memiliki keterampilan
menulis dalam tempo cepat.
Butuh proses yang panjang untuk mencapai
target itu. Dan kita bisa menanamkannya kepada anak-anak didik kita
sejak usia dini. Memperkenalkan mereka dengan buku dan mencintainya
seperti sahabat karib. Belum terlambat. (copas mas eko prasetyo)
Surabaya, 25 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar