Selasa, 16 September 2014

Buku Sebagai Sahabat

PENULIS CILIK: Nuha dari SDIT Nurul Fikri Sidoarjo. (Sumber: indonesiaposnews.com)
Sebuah pesan pendek masuk ke ponsel saya.  Pengirimnya adalah kolega istri saya. Yakni, Mbak Heni. Nama lengkapnya Jamilatun Heni Marfuah. Dia pengajar di TK Islam Terpadu Nurul Fikri Sidoarjo.
Mbak Heni bercerita bahwa dirinya barusan berkunjung ke toko buku dan melihat buku berjudul Kekuatan Pena. Ia lantas melihat nama pengarangnya. Karena penasaran, ia mengirimkan SMS dan bertanya nama penulis itu saya atau bukan.
Saya jawab iya. Dia membalas lagi dan bilang keren. ”Inspiratif banget, Pak,” tulisnya. Saya mengucapkan terima kasih atas apreasiasinya.
Terus terang, sudah lama saya mengenal ibu guru yang aktif menulis ini. Kali pertama tulisannya lolos seleksi dalam lomba artikel guru yang diadakan Jawa Pos pada 2009. Mbak Heni juga membantu kehumasan di Yayasan Nurul Fikri yang membawahkan TKIT Nurul Fikri dan SDIT Nurul Fikri yang berlokasi di Kecamatan Sukodono, Sidoarjo.
Dia mengaku belum sempat menuntaskan membaca Kekuatan Pena. ”Karena harus rebutan sama anak-anak,” ucapnya.
Saya sangat menaruh respek kepada beliau. Sebab, Mbak Heni termasuk aktif mendidik anak-anaknya untuk gemar membaca dan menulis. Tak heran jika dua anaknya menjadi penulis cilik. Anak sulungnya bahkan sudah berkibar di jagat kepenulisan. Amatullah Nuha Salsabila atau akrab disapa Nuha tahun ini lulus dari SDIT Nurul Fikri Sidoarjo. Kebetulan ia murid istri saya karena istri saya juga menjadi pengajar ekstrakurikuler jurnalistik di sana.
Istri saya pula yang memberikan informasi bahwa Nuha adalah penulis cilik potensial. Bahkan, bukunya sudah diterbitkan  oleh penerbit Dar! Mizan (Grup Mizan) dalam jilid Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK). Judulnya The Rainbow School.
Saya sudah baca buku itu yang dipinjam dari perpustakaaan SDIT Nurul Fikri. Bagus! Gaya bahasa khas anak-anak yang ditulis Nuha betul-betul kreatif. Ia pintar memilih diksi-diksi yang menarik dalam bukunya tersebut.
Selain menulis buku, Nuha gemar mengarang puisi. Beberapa karyanya pernah dimuat di harian Republika dan Kompas. Suatu pencapaian yang luar biasa bagi pelajar SD seusianya.
Makanya, saya senang sekali mendengar bahwa Mbak Heni berebut membaca buku saya dengan Nuha. Saya bersyukur bisa menginspirasi Nuha. Apalagi, Nuha tergolong punya jam terbang tinggi sebagai motivator cilik. Ya, dia sering diundang ke berbagai institusi pendidikan dan lembaga SD untuk memberikan tip menulis bagi murid-murid SD. Di Surabaya dan sekitarnya, termasuk Sidoarjo, nama Nuha memang populer sebagai penulis cilik.
Dalam suatu pelatihan menulis di SDN Sidokare 2, Sidoarjo, Nuha yang menjadi narasumber saat itu memberikan penjelasan tentang langkah dan kiat menulis. Dia menegaskan bahwa langkah paling penting untuk menulis dan menerbitkan buku adalah melahap banyak buku alias gemar membaca. ”Dengan banyak membaca, kita akan tahu dan bisa memunculkan gagasan,” tegasnya seperti dikutip dari Liputan6.com.
Sepengetahuan saya, Nuha ini adalah penggemar buku-buku karya J.K. Rowling dan Jostein Gaarder. Novelnya memang tidak terlalu berat untuk dicerna, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Namun, tebalnya itu kadang bisa bikin minder untuk membacanya. Tetapi tidak demikian bagi Nuha.
Nuha dengan bukunya, The Rainbow School. (Sumber: superkidsindonesia.com)
Saya angkat topi untuk Mbak Heni yang mampu menanamkan aktivitas cinta membaca bagi anak-anaknya. Nuha menjadi potret kesuksesan Mbak Heni.
Karena itu, saya mendukung kampanye ajakan membaca dan menulis yang dilakukan Nuha di kalangan anak-anak sebayanya. Membaca memang harus ditanamkan sejak dini. Jika sejak kecil sudah mencintai kegiatan ini, mereka tidak akan alergi terhadap buku kelak saat dewasa. Dan itu tentu saja sangat bermanfaat bagi generasi penerus bangsa tersebut.
Bangsa ini masih jauh tertinggal dalam hal membaca dan menulis, bahkan oleh negeri tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam sekalipun. Kita tidak bisa mencanangkan target secara instan bahwa generasi muda kita harus memiliki keterampilan menulis dalam tempo cepat.
Butuh proses yang panjang untuk mencapai target itu. Dan kita bisa menanamkannya kepada anak-anak didik kita sejak usia dini. Memperkenalkan mereka dengan buku dan mencintainya seperti sahabat karib. Belum terlambat. (copas mas eko prasetyo)
Surabaya, 25 Juni 2012